001-234-567-8910

5th Avenue Madson, NY758, USA

Get Update on our recent Gadgets & Tabs

Selasa, 20 Mei 2014

Date on Fishing (2) ~ Late Post ^^



Minggu, 18 Mei 2014 (sembari menikmati rinai hujan dan gemuruh mesranya)

Well, sedikit ingin mengabadikan momen dan kebahagiaan hari ini. Masih dalam tema Date on Fishing bersama JM o2 19 (eseeeh ^^)
Yah, berdasarkan temanya, cerita berikut ga jauh jauh dari situasi memancing penuh gelak tawa, penuh kompetisi, penuh sorak sorai, actually penuh lope lope lope <3
Oke, jadi tadi pagi, tepat jam 10.15 si doi ngesms gini:
“Mane bro? Mancing kita yok yank?”
Widih, anenya belungsukan kesenangan langsung ngebales:
“Rumah nih. Ayok, boleh2 yank :D Kapan? Udah belanja perlengkapannya?”
Terus dibales:
“Abes2 zhuhur aje yank. Ntar kanda jemput jell. Di tempat biasa aja kita”
Ane bales lagi (sambil joget2 ga karuan hahai):
“Okesip :D”
      Jadilah akhirnya jam setengah 2 si doi nyampek dengan aduhainya di depan rumah. “Ayok bro” sapanya seperti biasa sambil naikin alis. Kalis banget loh. Yang begitu itu salah satu hal yang paling ane suka dari beliau pas ngejemput. Ane salam (sungkem sih) si doi, eh dianya senyum (masih seperti biasa), bikin ane kelimbungan kayak ikan mas koki mabuk pelet. Ane naik ke atas motor dan bruuum kita berangkat.
     Sesampainya di kafe biasa kita duduk –Abah Kuala nama tempatnya, di pinggiran payau Cunda gitu- terus pesen minum dan langsung meluncur ke tempat biasa duduk. Tanpa babibu terlalu banyak, langsung deh kita pasang pancingannya (bukan kita, doi maksudnya :D ane sih ngeliat doang ngasih semangat haha). Kali ini, rupanya si doi ngeset dua buah pancingan. Dianya ngajak battle mancing sama ane. Jiah, guanya gemeteran tapi sok berani ngejawab “Ayok siapa takut”. Kita langsung ngambil spot masing-masing terus ngelempar pancingan masing-masing. Sedikit belum lama (maksudnya gimana yak? Jangan tanyakan :D), pancingan ane getar-getar pertanda umpannya dimakan ikan. Ane pasang ancang-ancang narik itu pancingan, eh ikannya duluan lepas. Oke, masih banyak kesempatan lainnya. Tali pancing pun ane lempar lagi. Si doi masih kalem aja di sudut sana. Terus agak gak lama setelah itu, pancingan ane getar2 lagi, bola pelampungnya udah timbul tenggelam, pasti ada ikan malang yang sesaat lagi akan menemui ajalnya di kail pancingan ane. Eh oonya, ane geregetan buat narik itu pancingan, akhirnya si doi lah yang turun tangan. Ternyata setelah ditarik, ember cyiiint, di kailnya ane liat seekor ikan malang yang sedang menggelepar2. Hati ane perih membayangkan si ikan pasti sedang teriak2 “Tolong, tolong lepasin saya. Anak istri saya menanti di sarang sana, hiks hiks hiks”. Ckck, sungguh miris Saudara-saudara.  Dan andai kalian bisa melihat saat itu, ane dengan kurang ajarnya (ckck) bersorak sorai Saudara-saudara, persis seperti Indonesia lepas dari cengkeraman penjajah tahun ’45 tempo dulu.  Di tengah gegap gempita haru bahagia (sumpah lebay banget gue), eh si doi malah berkata: “Haha, kanda udah dapet satu ni ikannya . Dinda mana?”. Bruuuk, semangat ane langsung jatuh, hancur berleburan. “Jeeh, itu untuk dinda laaah, tadi kan yang lempar kesitu dinda, itu kan pancingan dinda juga, ayank kan cuma narik doang. Yaaa? Yaa? Yaaa?” sahut ane sambil akting ngambek-ngambek bombay gitu (huuek cih banget ini cewek). “Iya laah, iya boleh juga” balas si doi tanpa ngeliat. Hahaha, mungkin dia udah duluan tau ane bakal masang muka jelek (dalam asumsi ane sih imut2 gimana gitu) sebagai jurus andalan.
     Terus kita lanjut lagi deh kompetisi mancing manianya :D Eh setelah prestasi “satu ikan”nya ane, eh ternyata si doi ngebales. Lancar banget ikannya ketangkep sama kailnya si doi. Ane ciut, langsung berdalih capek hahaha. Kita istirahat sebentar. Makan minum, sambil cerita-cerita, ketawa-ketawa, atau ngebanyol ga penting.
       Berbicara tentang memancing, ane menemukan beberapa hal yang bisa diangkat jadi satu filosofi.
     Yang pertama, ane berpikir bahwa ikan2 yang kita pancing itu sebenarnya ikan-ikan malang. Malangnya begini, di saat mereka kelaparan dan niatnya mencari makan, kita malah menawarkan umpan kepada mereka, yang padahal umpan itu bakal merenggut kehidupan si ikan itu. Ane juga terus berpikir, gimana kalo sistem mancing ini diimplementasikan ke manusia. Si manusia yang kelaparan itu dikasiin makanan terus dibacok dari belakang. Kejam memang, tapi yah begitulah hidup. Manusia hanya menjalankan kodrat sebagai ‘pemburu’ dan ikan itu cuma menjalani ‘takdir kematiannya’.
     Yang kedua, ane terpikir dengan sistematika memancing itu sendiri. Kail pancing yang udah kita kasiin umpan, terus kita lempar ke air dengan harapan bakal ada ikan yang terpancing. Terus saat umpan itu udah dimakan ikan, masih ada tiga kemungkinan yaitu pertama umpan abis kita dapat ikan, yang kedua umpan masih ada tapi ikannya gagal didapat, atau yang ketiga umpan abis dan ikan pun ga dapat. Dari situ ane jadi berpikir. Sebenarnya hidup juga sama kayak mancing. Kita asumsikan umpan dan kail itu usaha dan pengorbanan kita, dan ikan adalah hasil yang ingin kita capai, sedangkan “memancing” itu adalah teknik atau cara kita meraih hasil yang kita inginkan. Kemungkinan pertama, usaha dan pengorbanan kita udah oke, terus cara-cara kita untuk meraih hasil juga udah oke, maka kita pun berhasil meraih yang kita inginkan. Kemungkinan kedua, usaha dan pengorbanan kita udah oke nih, tapi cara-cara kita untuk meraih hasil itu masih salah. Bisa jadi, cara-cara yang salah itu bisa berupa kita ga jeli dalam memanfaatkan kesempatan, atau kita ragu-ragu dalam bertindak, atau bisa juga karena kitanya kurang menyerahkan dan tawakal kepada Tuhan. Ya apapun itu, kemungkinan kedua ini berakhir dengan ketidak berhasilan kita meraih hal tersebut tapi dengan kondisi belum benar-benar menguras segala yang kita pertaruhkan untuk hal tersebut, sederhananya usaha dan pengorbanan kita belum membuat kita terlampau rugi dalam segi apapun. Toh dalam kondisi seperti itu, kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan berusaha kembali. Nah, kemungkinan yang ketiga inilah yang paling miris. Ibarat kata, semua udah kita lakuin sebagai wujud usaha dan pengorbanan kita untuk meraih hasil sesuai yang diinginkan, tapi gara-gara satu atau beberapa kesalahan dalam cara kita meraih hasil tersebut, kita kehilangan semua. Usaha dan pengorabanan pun sia-sia, ditambah kita gagal dalam meraih hal tersebut. Dan akhirnya ane mikir, untuk yang ketiga ini, dalam kasus manusia, seorang manusia yang ketimpa kemungkinan ketiga ini cuma bisa bertahan jika dan hanya jika dia berserah diri dan yakin bahwa hal tersebut sudah menjadi garis yang direncanakan Tuhan atas hidupnya.
     Begitulah kira-kira hal yang bisa ane tarik dari memancing. Dan kesadaran ane itu tidak terlepas dari omongan-omongan bersama si doi. Seorang pria yang mampu membuka jendela pikiran dan menggeser kotak-kotak yang ada di dalam mind set ane, bahwa semua hal dapat berarti sesuatu bila kita mau ‘melihat lebih dekat’. Doi adalah satu-satunya pria yang bisa mengajak ane masuk dan merasakan bahwa ‘hidup’ adalah seperti ‘hidup yang seharusnya’.
     Jam di tangan si doi sudah menunjukkan pukul 16.49, si doi ngajak udahan mancingnya. Terus kita beresin semua kehancuran (hahaha) yang udah kita timpakan ke kafe itu. Alat-alat pancing udah aman di tempat yang seharusnya itu berada, ikan-ikan hasil tangkapan sudah kita lepasin kembali dengan hormat (sayounara~ duhai ikan, kau berasal dari air dan mati pun kami kembalikan ke air pula hiks :’( *nangis bombay*), dan bau amis di tangan sudah sedikit ternetralisir sehabis cuci tangan.
     Setelah bayar terus kita cabut dari tempat penuh kenangan itu.  Motor pun meluncur, kita ambil arah kiri dari kafe itu buat rute jalan-jalan.  Ritual sehabis mancing ya pastinya jalan-jalan nyari angin segar.  Langit di atas mendung pekat dan menandakan beberapa saat ke depan bakal hujan deras. Tapi entah karena rindu, entah karena apa, kita gak berniat memutar arah cari aman dan pulang. Di persimpangan empat Keude Punteut (nama suatu daerah), kita belok ke arah kiri hingga akhirnya tembus ke rute jalan line. Akhirnya sesampainya di persimpangan Sp.Kramat – Kandang, hujan mulai turun rintik-rintik. Kita mengambil rute ke Kandang, dan terus aja jalan tanpa peduli hujan yang jatuh. Eh, lewat kawasan SMA 4, hujan turun membabi buta. Deras sekali. Karena tak tahan dengan hujan yang jatuh layaknya bongkahan es balok, kita menepi di sebuah kedai. Basah kuyup. Kedinginan tentu. Gigi gemerutukan. Kita saling pandang dan akhirnya tertawa bersamaan. “Inilah akibat ‘termotivasi’” gelaknya padaku. “Hahaha, ini kelewatan ‘termotivasi’, Nda”sahutku tergelak juga. Kulemparkan senyum kepadanya. Kita bertatapan dalam senyum. Satu hal yang kusadari dari tatapannya, kita berdua bahagia sebab akhirnya dapat lagi menikmati guyuran hujan bersama setelah sekian lama.  Entah kenapa, hujan berarti ‘sesuatu yang indah’. Mungkin karena seiring turunnya, kenangan-kenangan manis yang pernah kita lalui bersama pun turut ada di dalamnya.
Hujan pun sedikit mereda. Dan kita beranjak pulang. Meski dingin menusuk hingga ke tulang, tapi hatiku hangat dan mengembang.
Kulantunkan doa-doa menembus lapisan hujan: Semoga pria yang saat ini di depanku, adalah seseorang  yang kepadanya diserahkan kebahagiaanku dan pengabdianku kelak.

With so much love,
Dinda
PS: IW2SMLtLU, Feb .

In this note : MyFebri <3 https://plus.google.com/114399299706570986797/
Minggu, 18 Mei 2014, 21:16  

Tidak ada komentar:
Write komentar

Gambar tema oleh MichaelJay. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

statistics

Hey, we've just launched a new custom color Blogger template. You'll like it - https://t.co/quGl87I2PZ
Join Our Newsletter